BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Alief Art Production

<< Mencari -- Memberi -- Menerima >>

Pencarian

Minggu, 19 September 2010

Halal Bi Halal Alief 2010






Foto-foto kegiatan Halal Bi Halal lengkap, bisa dilihat dan didownload di bawah ini:

http://www.ziddu.com/download/11733355/Foto_Halalbihalal_Alief2010.rar.html



Salam Budaya dari Kelompok Alief Mojoagung


Halal Bi Halal saat lebaran tiba menjadi suatu tradisi yang biasa. Namun, sesuatu yang biasa itu akan menjadi istimewa ketika dikemas dalam acara yang unik dan berbeda.

Kelompok Alief Mojoagung yang komitmen pada bidang kesenian, selalu mencoba untuk menciptakan perubahan-perubahan yang lebih baik. Demikian yang terjadi pada kegiatan Halal Bi Halal Kelompok Alief Mojoagung 2010. Kegiatan yang terselengara di Pendopo Kecamatan Mojoagung pada 18 September 2010, rutin diadakan setiap tahun. Acara ini bertujuan untuk mempererat tali silaturrahim dan kerukunan antar pecinta seni di Mojoagung dan sekitarnya. Yang menarik dalam acara ini selain bisa berkumpul dengan sesama pegiat seni dan pelaku seni, para tamu disuguhi dengan pertunjukan musik, puisi & drama dengan Tema : Temu Kangen dan Pesta Monolog".

Selain pertunjukan, di lokasi kegiatan juga dimeriahkan dengan adanya gelar souvenir produksi "Alief Art"; karya Mas Edi (Pembina Alief) dan pameran buku koleksi dari sastrawan Jombang; Fahrudin Nasrulloh (Komunitas Lembah Pring Biro Jombang).

Semoga, dengan adanya kegiatan Halal Bi Halal ini akan lebih memacu semangat untuk terus berkarya lebih baik lagi.

Minggu, 29 Agustus 2010

Halal Bi Halal 2010

Rabu, 10 Maret 2010

"Mata Hati"

Jutaan interpretasi tentang mata hati mungkin saja merwarnai jutaan ranah pikir manusia,  sehingga muncul pula berbagai deskripsi untuk mengungkapkan makna mata hati itu sendiri.
Pada ruang pikir lain, Kelompok Alief Mojoagung mencoba menyuguhkan interpretasi yang berbeda dalam wujud sajian musik sederhana bertajuk "Mata Hati".
Pemain :
1. Guitar : Yanuar
2. Piano : Purwo
3. Violin 1 : Roesli
4. Violin 2 : Syaiful

Cuplikan Pementasan Mata Hati
Download link di bawah ini :

Film Indie Kita

Oleh: B. Irawan*
I
Sempat bingung ketika mengetahui sekeping VCD film indie saya tidak pada tempatnya. Seseorang telah memindah ke tempat yang lain ataukah memang tak sengaja tertumpuk dengan buku-buku yang memang berserakan di sekitar meja komputer. Beberapa waktu mencari, akhirnya menyerah juga. Sebenarnya bukan karena saya belum menonton, sehingga sedemikian semangatnya untuk panik. Atau keinginan untuk menontonnya lagi, dua kali menurut saya sudah cukup kalau hanya untuk menonton sebuah film pendek yang durasinya tak lebih dari 30 menit. Andaikan keinginan itu ada, saya akan lebih memilih nonton bersama teman-teman, urun komentar, berpura-pura menjadi komentator film atau kritikus film media lokal. Ngemil kacang goreng dan sesekali buat kentut kejutan di tengah-tengah obrolan, pasti lebih seru dan asyik.
Sebagai seseorang yang menghargai proses kreatif adalah faktor dominan kenapa harus mencarinya sampai mati, walau agak sedikit bombastis, memang itulah kenyataannya. Tidak rela ketika barang itu harus bertahan dari serangan jamur dan panasnya kencing para kecoa, apabila sampai tidak ditemukan. Sekaligus untuk koleksi dan dokumentasi pribadi tentunya.
“Om, om, kasetnya untuk saya ya?” 
“Oalah, Afis yang bawa ta?”
“Hi..hi..,” tawa kecil keponakan saya tanpa dosa.
Yup! film indie telah menemukan satu dari sekian penontonnya, walau dengan lingkup yang lebih kecil, anak usia SD tingkat awal. Pertama nonton dia kelihatan antusias, dan secara diam-diam, kesempatan yang lain, dia mengajak beberapa teman sebayanya, dan terjadi berulang kali (jadi jangan malu bila acara nonton bareng film ini adalah bukan yang pertama, he..he..). Hebatnya lagi mereka juga melakukan diskusi asal-asalan, meski mereka sendiri gak sadar telah berdiskusi. Tidakkah anda bertanya, berapa kali mereka nonton, atau bagian dari film mana yang menggelitik mereka untuk tidak bosan-bosan memperbincangkannya? Mereka nonton berkali-kali sampai mereka sendiri lupa untuk menghitungnya. Dan adegan dicium orang gila adalah adegan favorit mereka. Meski adegan ciuman dengan orang gila atau orang yang tidak beruntung di hal wajah (mau bilang jelek aja kok susah) adalah adegan yang sudah klise atau ngepop, tetapi mereka tidak mempersoalkan itu, yang penting lucu. Lucu ya lucu, titik.

II
Berbicara tentang film indie, film adalah gambar hidup, nama populer yang lain adalah movie (semula plesetan untuk ‘berpindah gambar’ atau move). Film dihasilkan dengan rekaman dari orang atau benda dengan menggunakan kamera ataupun animasi (1).
Indie adalah kependekan dari independen yang berarti bebas, merdeka, atau berdiri sendiri. Dan terlalu sulit tuk mendefinisikan arti kata bebas itu sendiri, bergantung kepada siapa yang mengartikannya. Secara bebas pula, film indie dapat diartikan suatu karya yang dihasilkan dari proses kreatif yang berupa media gambar bergerak dan menekankan aspek kebebasan untuk berekspresi.
Beberapa kalangan tidak mau bertele tele dengan pengertian film indie, mereka menyederhanakan menjadi film pendek, bahkan mereka memberikan duration limit tersendiri, yaitu kurang dari 60 menit. Disebut juga dengan film festival, karena film jenis ini sangat bersahabat untuk even festival, tidak lain karena faktor durasi pula. Jadi tidak salah kalau juri sangat menyukai jenis festival film ini. Karena mereka tidak harus berlama lama mengernyitkan kening sambil membawa catatan, menyiksa pantat dan tulang belakangnya, atau bahkan menganggap kursi juri kebesarannya menjadi ranjang sementara. Lalu pengertian yang lebih simple lagi, film indie adalah film yang diproduksi studio atau rumah produksi kecil.

III
Film indie dalam perkembangannya menunjukkkan kemajuan yang sigfinikan, film-film baru bermunculan dari tahun ke tahun dengan pencapaian jumlah yang terus naik. Secara kuantitas memang menggembirakan, namun bagaimana aspek kualitasnya? Melihat dengan kacamata kualitas, paling tidak ada dua aspek sebagai parameternya, teknis dan cerita/isi.
Film indie belakangan ini hanya berupaya untuk mendapatkan pencapain teknis yang bagus, akan tetapi mengabaikan cerita yang akan disampaikan. Atau seolah-olah mereka bosan dan jengah ketika faktanya, cerita yang menggigit sudah di tangan, tetapi menjadi tidak berkutik saat berhadapan dengan hal-hal teknis yang mengecewakan. Akhirnya pola pikir mereka perlahan menyatakan dan cenderung menyesatkan; teknis nomer satu, cerita belakangan.
Peluang untuk menjadi kopong (istilah kritikus pada film yang miskin pada cerita) pada sebuah film indie sangat besar, kerena kebanyakan sineas indie sangat lemah pada penggodokan sebuah cerita. Tampak asing atau jauh dengan kata riset atau hal-hal lain yang dapat memperkuat cerita. Ditambah lagi dengan budaya serba instant yang sudah mengakar kuat pada semua bidang kehidupan, termasuk juga pada proses berkreatif, yang pada akhirnya membunuh kreatifitas itu sendiri.
Di tengah gempuran pengaruh industri besar film kita, seperti yang kita tahu kita mengarah kepada iklim yang tidak sehat. Paradigma sebagian besar industri film maupun sinetron Indonesia masih mengarah kepada paradigma hantu, sex dan kekerasan (2). Sudah semestinya semangat yang kuat diperlukan untuk mempertahankan kodrat film indie, yaitu semangat kebebasan, berani menolak dan tidak mau didikte oleh kepentingan-kepentingan manapun.
IV
Keinginan yang sangat kuat untuk menyuguhkan hal yang baru, adalah salah satu kunci untuk membangun kembali kreatifitas kita, yang selama ini digerus dan dimatikan perlahan oleh budaya kapitalis, budaya yang memang kita sendiri sebagai creatornya. Hal yang baru yang akan menjadi tontonan tandingan yang lebih edukatif dan provokatif untuk mengubah pola pikir masyarakat yang merugikan. Meski tidak berharap kita menang dalam rivalitas yang kita bangun tadi, paling tidak kita sudah berupaya untuk melawan.
Untuk para sineas indie, saya yakin bahwa kalian sudah menyiapkan ribuan amunisi, granat atau mungkin juga bom molotof. (jangan berpikir tentang efek destruktifnya lho) apapun yang bisa membuat survive dan bahkan lebih berkembang. Jangan takut untuk memvisualisasikan sesuatu yang muncul dari sensitifitas indera dan moral kita. Tidak seharusnya pula mengejar target yang berlebihan, misalnya target untuk mendapatkan penghargaan dalam suatu festival tertentu. Kalau sudah begitu apakah layak disebut indie? Yang penting proses, berniat berproses secara benar, wajar dan semangat untuk lebih baik dari sebelumnya.
Oh ya, hampir lupa, setelah kali kesekian menonton film indie yang dia ambil dari meja computer saya, keponakan saya juga bertanya, “om, om, ada film yang lainnya enggak?”
   
Mojoagung, 12 December 2009

* Penikmat seni, menulis untuk acara Nonton Bareng Dan Diskusi Film Indie, kerja sama:
Kelompok Alief Mojoagung, Maja Van Java Cinema Club dan Komunitas Lembah Pring Jombang.

Catatan:
1. Wikipedia
2. Deddy Mizwar, produser film "Identitas"


Rabu, 03 Maret 2010

Menulis Yuukk...

Poster Workshop Penulisan Puisi 27 Desember 2009
(By Kelompok Alief Mojoagung)

Beberapa waktu yang lalu tepatnya pada 27 Desember 2009, Kelompok Alief Mojoagung mengadakan kegiatan Workshop Penulisan Puisi Tingkat SMA. Kegiatan tersebut diadakan atas dasar keinginan Kelompok Alief untuk menumbuhkan dan memberikan sarana bagi pelajar SMA di Mojoagung agar lebih mengenal dunia sastra.

Kegiatan yang diadakan di Pendopo Kecamatan Mojoagung itu berjalan sangat lancar. Sebelum pelatihan penulisan puisi dimulai, peserta disuguhi beberapa acara yang mengangkat tema "Puisi Dalam Pertunjukan". Diawali dari penampilan musikalisasi puisi dan teatrikalisasi puisi oleh anggota Alief, acara menjadi lebih seru dan tidak membosankan.














Rabu, 10 Februari 2010

Karakterologi dalam Teater

Kelompok Alief Mojoagung Menjelang Pementasan

Dulu banyak yang beranggapan bahwa dunia teater adalah dunianya "orang gila". Seiring pemikiran yang semakin berkembang, masyarakat mulai bisa menerima keberadaan komunitas teater di lingkungannya. Bukan sebagai komunitas tempat "orang gila", tetapi lebih dari itu menerima tentang unsur-unsur yang dipelajari dalam teater yang ternyata bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari secara nyata.

Definisi Teater secara umum adalah merupakan cabang dari seni pertunjukan yang berkaitan dengan akting/seni peran di depan penonton dengan menggunakan gabungan dari ucapan, gestur (gerak tubuh), mimik, boneka, musik, tari dan lain-lain (Wikipedia: 2009)*. Lebih jauh mempelajari tentang teater, maka akan terbuka manfaat berteater bukan hanya sebagai pemuas jiwa dalam bidang hiburan. Teater dalam kehidupan sehari-hari mempunyai fungsi yang sangat kompleks dalam rangka mewujudkan harmonisasi kehidupan.

Banyak hal yang bisa diambil dari kegiatan berteater. Bagi pelaku teater sendiri akan mendapatkan suatu manfaat yang sangat luar biasa. Dari hal terkecil yang dilakukan saat berproses dalam dunia teater mereka akan merasakan pentingnya kebersamaan, semangat untuk menumbuhkan percaya diri, kerjasama dalam kelompok, saling menghargai dalam berproses, dan lain-lain.

Secara lebih luas lagi jika menguak lebih dalam tentang teater maka yang didapatkan adalah teater terkait erat dengan "Karakterologi" (ilmu yg mempelajari watak seseorang berdasarkan perbuatan dan tingkah lakunya).
Dalam teater kita mempelajari tentang penghayatan peran, totalitas dalam berakting yang observasinya dengan cara mendalami suatu karakter tokoh yang dimainkan. Ini sama halnya dengan belajar tentang perwatakan, belajar untuk mengenal watak seseorang berdasarkan perbuatan dan tingkah lakunya.

Jika karakterologi dalam teater diterapkan pada kehidupan sehari-hari, tidak diragukan lagi akan terciptalah suatu harmonisasi dalam hidup. Dimana antar individu dalam masyarakat saling memahami dan mengerti karakter masing-masing, sehingga mudah tercipta perdamaian.

Sinergi antara Teater, Ilmu dan Jiwa untuk mewujudkan peradaban yang luhur.

Selasa, 02 Februari 2010

Saat Seni Menjadi Urgensi dan Kebutuhan Jiwa

"Pencak Bondan By Kelompok Alief Mojoagung"
(Saat Seni Menjadi Urgensi dan Kebutuhan Jiwa)


Berpasang mata tertuju pada satu titik, berpasang telinga fokus pada satu sumber suara, dan entah berapa otak yang berisi ornamen pikiran untuk mencerna apa yang terjadi di atas panggung saat pementasan berlangsung. Mungkin itu yang terjadi pada sebagian penikmat/penonton pertunjukan saat itu. Tidak menutup kemungkinan, ada juga sebagian diantaranya yang "sambil lalu" pada saat pementasan berlangsung.

Sebelum pementasan dimulai, yang terbersit dalam hati para pemain saat itu hanya satu yaitu: “semoga pementasan berjalan lancar dan penonton bisa menerima apa yang akan disajikan”. Maklum saja keinginan klasik seperti itu terlukis dalam lembar hati kami. Yang pasti semuanya terjadi karena proses latihan yang begitu singkat untuk sebuah event bergengsi se-Jawa Timur, Festival Budaya Adhikara Jawa Timur 2008.

Jika dipikir, memang terlalu berani saat itu Kelompok Alief Mojoagung menerima tawaran untuk mewakili kabupaten Jombang sebagai salah satu kontingen dalam acara tersebut. Selain proses latihan yang cukup singkat yaitu kira-kira 1 minggu 4 hari, tugas kami bertambah berat karena yang harus ditampilkan bukan pementasan drama, musik atau puisi seperti yang biasa kami pentaskan, tetapi sebuah penggabungan antara seni peran, tari, musik, sastra menjadi sebuah pementasan “Seni Pertunjukan”.

Bertambah berat lagi karena tema yang kami angkat adalah tentang seni tradisi lokal disajikan dalam bentuk pertunjukan. Akhirnya kami berkolaborasi dengan pelaku seni tradisi di daerah Mojoagung. Komunitas seni tersebut adalah komunitas pencak silat bernama “Kendang Pencak Mansurin”. Dalam waktu sesingkat itu, kami berlatih menyatukan ide pementasan yaitu penggabungan antara seni bela diri Pencak Silat, Tarian Bondan, Seni Teater, Geguritan, dan Musik Gamelan sederhana menjadi satu kesatuan cerita yang utuh. Berawal dari ide salah satu pembimbing Kelompok Alief, pementasan tersebut akhirnya diberi judul “Pencak Bondan”.

Pencak Bondan mengisahkan tentang hilangnya demokrasi, tertindasnya rakyat kecil yang merindukan kemakmuran hidup, perebutan kekuasaan oleh para penguasa dan keserakahan penguasa yang semakin menjadi. Kekuasaan yang tidak berpihak pada rakyat semakin menyengsarakan kehidupan rakyat kecil, harapan untuk hidup lebih baik hilang ditelan kesewenang-wenangan. Persaingan dan pertarungan terjadi di kalangan elite memperebutkan kejayaan, perkelahian tak terelakkan terjadi pada kaum bawah yang ingin mempertahankan hidup memperebutkan sebuah harapan kecil.

Konsep cerita Pencak Bondan didukung dengan permainan silat, gerak tari, olah karakter para pemain drama, geguritan (puisi bahasa Jawa) dan permainan musik gamelan yang menyesuaikan dengan suasana. Semuanya ditata sedemikian rupa hingga menghasilkan karya yang pantas untuk disajikan dalam bentuk pertunjukan.

Keunikan dari pertunjukan ini adalah selain dua orang kembar yang bertarung menggunakan senjata berupa toya dan golok, ada juga pemain yang menyajikan tarian Bondan dengan berdiri di atas kendi sambil membawa ular kobra (kendi berisi air menggambarkan suatu kemakmuran atau sumber kehidupan rakyat, ular kobra sebagai gambaran keserakahan atau buasnya kekuasaan yang salah).

Jika dilihat dari singkatnya proses latihan, di satu sisi memang terlihat nekat atau bahkan bisa dikatakan terlalu memaksakan diri untuk tampil. Tetapi di sisi lain kami mengambil pelajaran luar biasa yang sebelumnya belum pernah kami alami. Pelajaran memecahkan masalah bersama, memupuk kekompakan untuk memperkaya ide dalam berkarya, berani mengambil sikap dengan cepat dan tepat untuk kepentingan bersama, memperkaya wawasan tentang dunia seni modern dan tradisi.

Dari berbagai proses yang telah kami lalui, kami pun menyimpulkan bahwa kesenian bagi kami saat itu bukan hanya sebagai Urgensi (suatu keharusan yang mendesak) karena tuntutan tugas, tetapi lebih pada pemenuhan kebutuhan jiwa. Kebutuhan jiwa di bidang seni untuk lebih memacu dalam mencapai kualitas karya yang terbaik. Dan menjadi yang terbaik tidak harus melalui proses panjang, tetapi keinginan yang besar dilandasi dengan keyakinan serta kerja keras adalah sebagai salah satu kuncinya.

Mojoagung, 2 Februari 2010
Cak Poer

Kamis, 28 Januari 2010

Sekilas Tentang Kelompok Alief Mojoagung

ALIEF atau biasa disebut KELOMPOK ALIEF, merupakan salah satu wadah kesenian bagi para remaja pecinta seni yang ada di Mojoagung dan sekitarnya.

Ide pembentukan Kelompok Alief pertama kali sekitar bulan Agustus 1999. Dan dinyatakan berdiri sejak 9 September 1999 yang dipelopori oleh anak-anak muda dari beberapa kelompok teater di Mojoagung.

Seiring perkembangannya, Kelompok Alief bukan hanya ingin meramaikan dunia perteateran saja, namun lebih cenderung ingin banyak berperan di segala bidang kesenian. Yang diantaranya: Seni Musik, Seni Rupa, Seni Pertunjukan, Seni Sastra, dan Kesenian Tradisi.

Langkah-langkah untuk mengoptimalkan semua kegiatan tersebut yaitu dengan: Mengadakan pementasan baik drama, puisi, musik, dll, mengadakan kegiatan Workshop Kesenian, Mengikuti lomba-lomba kesenian, Kolaborasi dengan beberapa kelompok Seni Tradisi, Menjadi fasilitator untuk kelompok-kelompok kesenian lain di daerah Mojoagung & sekitarnya dalam mengadakan kegiatan kesenian.

Misi utama dari Kelompok Alief adalah memeriahkan Seni Budaya dengan tujuan tetap Guyub, Rukun & berorientasi pada pendidikan seni.