BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Alief Art Production

<< Mencari -- Memberi -- Menerima >>

Pencarian

Minggu, 22 Januari 2012

Kelompok Alief dan Simpul Antar Grup Teater di Mojoagung Jombang

Kelompok Alief dan Simpul Antar Grup Teater di Mojoagung Jombang

Siti Sa’adah*)

Radar Mojokerto, 18 Sep 2011


Menginjak pelataran kantor kecamatan Mojoagung pada hari Minggu, 4 September 2011 untuk menghadiri Halalbihalal Pecinta Seni 2011 yang digelar oleh Kelompok Alief Mojoagung mulai pukul 08.00 pagi sampai dzuhur, menyeret kenangan saya satu tahun yang lalu di acara yang sama. Ada dorongan yang kuat untuk datang kembali pada tahun ini, karena nuansa guyub yang bisa saya rasakan di tengah para penggiat teater, baik kalangan pelajar maupun umum. Kalau tahun 2010 mengusung parade monolog, pada tahun 2011 menitikberatkan pada pementasan naskah yang ditulis, disutradarai dan dipentaskan oleh pelajar.


Acara Halalbihalal Pecinta Seni 2011yang juga dihadiri para alumni teater pelajar ini menyuguhkan lagu campur sari oleh Ayunus Devarag Wijaya dari Teater Wadtera SMPN 1 Mojoagung, pembacaan puisi oleh Mahendra PW. dari SMA Muhammadiyah 1 Jombang, pertunjukan musik dengan tiga pemain gitar akustik oleh Ektrakurikuler Ansamble Guitar SMPN 1 Mojoagung, pertunjukan musik biola oleh anak-anak binaan Bimbingan Belajar Simponi di Jl. Cacat Veteran Perumahan Gubernur Suryo Jombang yang dilatih oleh Ahmad Yani (Yeyen) dan Rusli Raharja, pementasan naskah teater Nazarudin Oh Nazarudin yang ditulis dan disutradarai Ersananda Arlisa Putri siswa kelas IX dari teater Wadtera SMPN 1 Mojoagung, karaoke lagu Insyaallah oleh Purwanto dan Rohmat Romadhoni, pembacaan puisi Selamat Idul Fitri karya A. Musthofa Bisri oleh Siti Sa’adah, penampilan Teater Prisma SMP Unggulan NU Mojoagung dengan naskah Gak Dapat Kerja Malah Dapat Hukuman yang ditulis M. Novrizal Irsan dan disutradarai Abi Utomo siswa kelas IX, penampilan Edi Harsoyo yang didapuk untuk menyanyi dengan Ancur-nya Iwan Fals, pembacaan puisi Dari Helai Rambutmu karya Benazir Nafilah oleh Arisyntya Hidayah mahasiswa STKIP PGRI Jombang, pementasan naskah Mabuk karya Sigit Yitmono Aji yang ditampilkan dengan apik oleh Sigit Yitmono Aji dan Huda dari Kelompok Alief, diakhiri dengan pentas monolog oleh B. Irawan dari Kelompok Alief dengan judul Sri Kembali yang mengisahkan kesakitan seorang suami di hari lebaran karena nasib istrinya yang tidak jelas sebagai TKW di Arab Saudi, dalam sakitnya, suami tersebut menjadi benci dan berkata: dalam setiap hari doaku, aku memohon agar kau diperkosa, disiksa, atau bahkan dibunuh oleh majikanmu, meskipun akhirnya dia tetap berharap dan merindukan istrinya.


Menurut Nasrul Ilahi (pemerhati Seni dan Budaya Jombang)yang hadir untuk mengapresiasi acara ini, teater di Mojoagung memiliki energi positif, pada tahun 1981 beliau ikut mengompori sampai akhirnya muncul Teater Wadtera di SMPN 1 Mojoagung. Beliau memberi dukungan dan masukan bagaimana agar teater tidak ditonton orang-orang kesenian saja, tetapi juga bisa ditonton dan dinikmati oleh masyarakat umum sehingga tidak ada anggapan teater itu elite yang hanya bisa dinikmati oleh orang-orang tertentu.

Ada pula Fahrudin Nasrulloh yang memberi catatan untuk komunitas teater di Mojoagung, di antaranya adalah apakah tiga kelompok independen yang ada saat ini (Kelompok Alief, Tirto Agung dan Komunitas Isuk-Isuk) sudah menulis perjalanan kreatif mereka? Dan menyarankan di setiap kelompok teater seharusnya memiliki satu panglima atau algojo yang menulis perjalanan kelompoknya, penulis tersebut bisa ditunjuk atau didorong anggota lainnya untuk melakukan itu, karena peristiwa-peristiwa kesenian hanya menyisakan omong kosong tanpa catatan. Fahrudin juga menyampaikan pentingnya dokumentasi naskah yang telah ditulis oleh para pelajar dan penggiat teater di Mojoagung, sehingga tidak mudah dilupakan karena mereka menulis tidak dengan basa-basi melainkan dengan keringat.


Sedangkan Jabbar Abdullah, Lurah Komunitas Lembah Pring menyampaikan dalam apresiasinya bahwa acara apapun, sekecil apapun jika tidak ada rasa memiliki maka selesai di situ, karena hanya akan menjadi ritual sekedarnya. Jabbar juga menandaskan perlunya ada keinginan yang kuat untuk menghidupi komunitas karena tidak mudah hidup berkomunitas, Jabbar mengutip perkataan Abdul Malik (Networker Budaya asal Mojokerto) bahwa dalam berkesenian harus ada yang dikorbankan, kalimat tersebut menjadi mengharukan bagi yang hadir karena saat acara berlangsung Zaenal Faudin dan Basuki Rahmat mengalami kecelakaan ketika mengambil konsumsi. Setelah mengikuti rangkaian acara Halal Bi Halal tersebut bisa jadi semua yang hadir pulang membawa semangat baru, bergembol-gembol permenungan, kegelisahan dan PR yang perlu dikerjakan.


Dalam Historiografi Kelompok Alief Mojoagung yang termaktub dalam buku Facebrick: Antologi Puisi Kelompok Alief Mojoagung (2010) dijelaskan: “Kelompok Alief Mojoagung merupakan salah satu wadah kesenian bagi remaja pecinta seni yang ada di Kecamatan Mojoagung dan sekitarnya. Ide pembentukan Kelompok Alief pertama kali muncul pada bulan Agustus tahun 1999 dan diikrarkan berdiri pada 9 September 1999. Kelompok ini berdiri karena dorongan batin yang teramat dari beberapa alumnus teater pelajar Mojoagung. Mereka yang sebelumnya berkecimpung dalam dunia panggung teater pelajar, tergerak untuk kembali belajar bersama dalam bidang teater. Sehingga lahir komunitas kecil kesenian bernama Kelompok Alief Mojoagung.”


Pada perkembangannya, Kelompok Alief yang diasuh oleh Edi Harsoyo dan MS. Nugroho dengan ketua Yusuf Mubarak (1999-2000), Zaenal Faudin (2000-2002), Toni Dwi Prasetyo (2002-2003), Yuli Budianto (2003-2006), Purwanto (2006-2011), Sigit Yitmono Aji (2011-sekarang) tidak hanya bergelut di bidang Seni Teater, tetapi juga Seni Musik, Seni Rupa, Sastra dan kesenian Tradisi. Yang menarik adalah tidak hanya ngopeni komunitas sendiri, melainkan juga membuka diri dengan mendampingi teater-teater pelajar yang ada di Mojoagung secara intens. Dari kata Kelompok inilah hal ini tercermin yang selanjutnya bisa membangun interaksi dan jejaring antar teater pelajar di Mojoagung dan memang sudah menjadi misi utamanya yaitu ikut serta memeriahkan seni dan budaya dengan tujuan tetap guyub, rukun dan berorientasi pada pendidikan pengembangan karakter diri sampai oleh Fahrudin Nasrulloh (Penggiat Komunitas Lembah Pring) jaringan komunitas ini bergerak dengan semangat meskipun ada darah di kakinya. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, adakah saat ini fenomena demikian di kecamatan lain di Kabupaten Jombang? Satu komunitas kesenian mandiri yang sanggup dan mampu bergerak mendampingi kelompok-kelompok kesenian yang ada di sekolah? Sehingga bisa menjadi muara atas kegelisahan kelompok tersebut? Saya sendiri menganggap Kelompok Alief berperan sebagai tukang angon yang primpen dan telaten merangkul kelompok-kelompok teater pelajar di Mojoagung.


Tentu tidak mudah berkomunitas seperti itu, komunitas yang mulanya menjadi perkumpulan individu dengan segala semangat berkesenian, problem, ide serta ego masing-masing berkembang pada pergerakan untuk merangkul kelompok-kelompok kecil di sekolah dengan tujuan sederhana agar para remaja di Kecamatan Mojoagung tersatukan lewat kesenian. Akhirnya bisa kita sadari di sinilah proses regenerasi kesenian di Mojoagung berlangsung, para pelajar yang lulus dan tidak lagi menjadi anggota teater di sekolah, bisa terus berkesenian di Kelompok Alief.

***