BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Alief Art Production

<< Mencari -- Memberi -- Menerima >>

Pencarian

Rabu, 10 Maret 2010

"Mata Hati"

Jutaan interpretasi tentang mata hati mungkin saja merwarnai jutaan ranah pikir manusia,  sehingga muncul pula berbagai deskripsi untuk mengungkapkan makna mata hati itu sendiri.
Pada ruang pikir lain, Kelompok Alief Mojoagung mencoba menyuguhkan interpretasi yang berbeda dalam wujud sajian musik sederhana bertajuk "Mata Hati".
Pemain :
1. Guitar : Yanuar
2. Piano : Purwo
3. Violin 1 : Roesli
4. Violin 2 : Syaiful

Cuplikan Pementasan Mata Hati
Download link di bawah ini :

Film Indie Kita

Oleh: B. Irawan*
I
Sempat bingung ketika mengetahui sekeping VCD film indie saya tidak pada tempatnya. Seseorang telah memindah ke tempat yang lain ataukah memang tak sengaja tertumpuk dengan buku-buku yang memang berserakan di sekitar meja komputer. Beberapa waktu mencari, akhirnya menyerah juga. Sebenarnya bukan karena saya belum menonton, sehingga sedemikian semangatnya untuk panik. Atau keinginan untuk menontonnya lagi, dua kali menurut saya sudah cukup kalau hanya untuk menonton sebuah film pendek yang durasinya tak lebih dari 30 menit. Andaikan keinginan itu ada, saya akan lebih memilih nonton bersama teman-teman, urun komentar, berpura-pura menjadi komentator film atau kritikus film media lokal. Ngemil kacang goreng dan sesekali buat kentut kejutan di tengah-tengah obrolan, pasti lebih seru dan asyik.
Sebagai seseorang yang menghargai proses kreatif adalah faktor dominan kenapa harus mencarinya sampai mati, walau agak sedikit bombastis, memang itulah kenyataannya. Tidak rela ketika barang itu harus bertahan dari serangan jamur dan panasnya kencing para kecoa, apabila sampai tidak ditemukan. Sekaligus untuk koleksi dan dokumentasi pribadi tentunya.
“Om, om, kasetnya untuk saya ya?” 
“Oalah, Afis yang bawa ta?”
“Hi..hi..,” tawa kecil keponakan saya tanpa dosa.
Yup! film indie telah menemukan satu dari sekian penontonnya, walau dengan lingkup yang lebih kecil, anak usia SD tingkat awal. Pertama nonton dia kelihatan antusias, dan secara diam-diam, kesempatan yang lain, dia mengajak beberapa teman sebayanya, dan terjadi berulang kali (jadi jangan malu bila acara nonton bareng film ini adalah bukan yang pertama, he..he..). Hebatnya lagi mereka juga melakukan diskusi asal-asalan, meski mereka sendiri gak sadar telah berdiskusi. Tidakkah anda bertanya, berapa kali mereka nonton, atau bagian dari film mana yang menggelitik mereka untuk tidak bosan-bosan memperbincangkannya? Mereka nonton berkali-kali sampai mereka sendiri lupa untuk menghitungnya. Dan adegan dicium orang gila adalah adegan favorit mereka. Meski adegan ciuman dengan orang gila atau orang yang tidak beruntung di hal wajah (mau bilang jelek aja kok susah) adalah adegan yang sudah klise atau ngepop, tetapi mereka tidak mempersoalkan itu, yang penting lucu. Lucu ya lucu, titik.

II
Berbicara tentang film indie, film adalah gambar hidup, nama populer yang lain adalah movie (semula plesetan untuk ‘berpindah gambar’ atau move). Film dihasilkan dengan rekaman dari orang atau benda dengan menggunakan kamera ataupun animasi (1).
Indie adalah kependekan dari independen yang berarti bebas, merdeka, atau berdiri sendiri. Dan terlalu sulit tuk mendefinisikan arti kata bebas itu sendiri, bergantung kepada siapa yang mengartikannya. Secara bebas pula, film indie dapat diartikan suatu karya yang dihasilkan dari proses kreatif yang berupa media gambar bergerak dan menekankan aspek kebebasan untuk berekspresi.
Beberapa kalangan tidak mau bertele tele dengan pengertian film indie, mereka menyederhanakan menjadi film pendek, bahkan mereka memberikan duration limit tersendiri, yaitu kurang dari 60 menit. Disebut juga dengan film festival, karena film jenis ini sangat bersahabat untuk even festival, tidak lain karena faktor durasi pula. Jadi tidak salah kalau juri sangat menyukai jenis festival film ini. Karena mereka tidak harus berlama lama mengernyitkan kening sambil membawa catatan, menyiksa pantat dan tulang belakangnya, atau bahkan menganggap kursi juri kebesarannya menjadi ranjang sementara. Lalu pengertian yang lebih simple lagi, film indie adalah film yang diproduksi studio atau rumah produksi kecil.

III
Film indie dalam perkembangannya menunjukkkan kemajuan yang sigfinikan, film-film baru bermunculan dari tahun ke tahun dengan pencapaian jumlah yang terus naik. Secara kuantitas memang menggembirakan, namun bagaimana aspek kualitasnya? Melihat dengan kacamata kualitas, paling tidak ada dua aspek sebagai parameternya, teknis dan cerita/isi.
Film indie belakangan ini hanya berupaya untuk mendapatkan pencapain teknis yang bagus, akan tetapi mengabaikan cerita yang akan disampaikan. Atau seolah-olah mereka bosan dan jengah ketika faktanya, cerita yang menggigit sudah di tangan, tetapi menjadi tidak berkutik saat berhadapan dengan hal-hal teknis yang mengecewakan. Akhirnya pola pikir mereka perlahan menyatakan dan cenderung menyesatkan; teknis nomer satu, cerita belakangan.
Peluang untuk menjadi kopong (istilah kritikus pada film yang miskin pada cerita) pada sebuah film indie sangat besar, kerena kebanyakan sineas indie sangat lemah pada penggodokan sebuah cerita. Tampak asing atau jauh dengan kata riset atau hal-hal lain yang dapat memperkuat cerita. Ditambah lagi dengan budaya serba instant yang sudah mengakar kuat pada semua bidang kehidupan, termasuk juga pada proses berkreatif, yang pada akhirnya membunuh kreatifitas itu sendiri.
Di tengah gempuran pengaruh industri besar film kita, seperti yang kita tahu kita mengarah kepada iklim yang tidak sehat. Paradigma sebagian besar industri film maupun sinetron Indonesia masih mengarah kepada paradigma hantu, sex dan kekerasan (2). Sudah semestinya semangat yang kuat diperlukan untuk mempertahankan kodrat film indie, yaitu semangat kebebasan, berani menolak dan tidak mau didikte oleh kepentingan-kepentingan manapun.
IV
Keinginan yang sangat kuat untuk menyuguhkan hal yang baru, adalah salah satu kunci untuk membangun kembali kreatifitas kita, yang selama ini digerus dan dimatikan perlahan oleh budaya kapitalis, budaya yang memang kita sendiri sebagai creatornya. Hal yang baru yang akan menjadi tontonan tandingan yang lebih edukatif dan provokatif untuk mengubah pola pikir masyarakat yang merugikan. Meski tidak berharap kita menang dalam rivalitas yang kita bangun tadi, paling tidak kita sudah berupaya untuk melawan.
Untuk para sineas indie, saya yakin bahwa kalian sudah menyiapkan ribuan amunisi, granat atau mungkin juga bom molotof. (jangan berpikir tentang efek destruktifnya lho) apapun yang bisa membuat survive dan bahkan lebih berkembang. Jangan takut untuk memvisualisasikan sesuatu yang muncul dari sensitifitas indera dan moral kita. Tidak seharusnya pula mengejar target yang berlebihan, misalnya target untuk mendapatkan penghargaan dalam suatu festival tertentu. Kalau sudah begitu apakah layak disebut indie? Yang penting proses, berniat berproses secara benar, wajar dan semangat untuk lebih baik dari sebelumnya.
Oh ya, hampir lupa, setelah kali kesekian menonton film indie yang dia ambil dari meja computer saya, keponakan saya juga bertanya, “om, om, ada film yang lainnya enggak?”
   
Mojoagung, 12 December 2009

* Penikmat seni, menulis untuk acara Nonton Bareng Dan Diskusi Film Indie, kerja sama:
Kelompok Alief Mojoagung, Maja Van Java Cinema Club dan Komunitas Lembah Pring Jombang.

Catatan:
1. Wikipedia
2. Deddy Mizwar, produser film "Identitas"


Rabu, 03 Maret 2010

Menulis Yuukk...

Poster Workshop Penulisan Puisi 27 Desember 2009
(By Kelompok Alief Mojoagung)

Beberapa waktu yang lalu tepatnya pada 27 Desember 2009, Kelompok Alief Mojoagung mengadakan kegiatan Workshop Penulisan Puisi Tingkat SMA. Kegiatan tersebut diadakan atas dasar keinginan Kelompok Alief untuk menumbuhkan dan memberikan sarana bagi pelajar SMA di Mojoagung agar lebih mengenal dunia sastra.

Kegiatan yang diadakan di Pendopo Kecamatan Mojoagung itu berjalan sangat lancar. Sebelum pelatihan penulisan puisi dimulai, peserta disuguhi beberapa acara yang mengangkat tema "Puisi Dalam Pertunjukan". Diawali dari penampilan musikalisasi puisi dan teatrikalisasi puisi oleh anggota Alief, acara menjadi lebih seru dan tidak membosankan.