BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Alief Art Production

<< Mencari -- Memberi -- Menerima >>

Pencarian

Minggu, 26 Februari 2012

Pendidikan dalam Bingkai Teater














Kelompok Alief Mojoagung saat berlatih teater

Pendidikan dalam Bingkai Teater

Oleh: Purwanto*

Dimuat Serambi Budaya Radar Mojokerto │ Minggu, 26 Februari 2012

Tidak semua orang bisa merasakan menjadi bagian dari kelompok teater. Ikut merasakan bagaimana berlatih teater, hingga ikut bermain dalam pertunjukannya. Maka, beruntunglah yang bisa ikut terlibat atau setidaknya pernah berkenalan dengan teater. Karena banyak hal yang bisa dipelajari dan didapatkan dari proses berteater untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan Bermain

Bermain menjadi suatu sarana efektif untuk mengembangkan kreativitas. Banyak kelompok-kelompok teater menerapkan metode bermain sebagai bagian dari latihan. Baik teater pelajar (dalam lingkungan sekolah) maupun teater umum (di luar lembaga formal), menggunakan permainan-permainan untuk mengasah berbagai keterampilan.

Permainan yang dilakukan tidak sekadar permainan biasa, namun dikembangkan sesuai dengan visi dan misi. Ketika masuk dalam kegiatan teater, secara umum tujuannya adalah memahami seluk-beluk dunia peran dan cara menjadi aktor yang baik. Oleh karena itu, permainan-permainan di dalamnya sering kali dikaitkan dengan hal tersebut. Tetapi tidak menutup kemungkinan bisa berkembang lebih luas.

Afrizal Malna (2010) secara jelas menyatakan bahwa permainan menjadi sebuah “pembakaran baru” yang memanaskan ruang kognisi. Kognisi itu tiba-tiba berubah menjadi gunung yang muncul dari dasar laut, dan menjadi aktif melalui momen-momen kreatif dan kebebasan. Dan lahar kognisi itu akan kembali membeku ketika dihadapkan pada model pembelajaran yang bersifat mengikat, seperti dalam kelas di sekolah.

Teater mencoba membongkar paradigma bahwa belajar itu membosankan. Dengan cara bermain, seolah mengajak untuk belajar ikhlas menerima materi dengan senang hati. Sedikit demi sedikit permainan-permainan itu memberi suplemen khusus agar anggotanya bisa memahami bahwa belajar itu sangat menyenangkan. Yang pada akhirnya, saat mereka diberi peran dalam penggarapan karya pertunjukan, mereka akan belajar memahami karakter lakon yang mereka bawakan secara optimal tanpa paksaan.

Selanjutnya, melalui proses yang kontinu dengan sendirinya mereka akan terbiasa untuk belajar tanpa disuruh. Dari hasil latihan-latihan tersebut diharapkan membawa pengaruh terhadap keseharian. Yang biasanya kurang disiplin akan lebih disiplin, yang malas belajar akan lebih giat dan senang belajar, yang kurang bertanggung jawab akan lebih meningkat tanggung jawabnya, dan sebagainya.

Menajamkan Karakter Lewat Jalan Teater

Upaya pemerintah dalam meningkatkan kompetensi sumber daya manusia yang unggul dan mampu bersaing di era globalisasi saat ini, salah satunya adalah dengan peningkatan mutu pendidikan. Dalam pendidikan, yang dikembangkan bukan hanya kecerdasan intelegensi saja. Kecerdasan-kecerdasan yang lain juga sangat dibutuhkan untuk mencetak sumber daya manusia yang benar-benar handal dan berkualitas secara sempurna. Kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah telah menggalakkan implementasi pendidikan karakter di sekolah. Tujuannya adalah untuk mencipatakan generasi berkarakter. Yang secara umum ingin mengembangkan dan menyentuh ranah religius, kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Teater sebagai sebuah ilmu, sangat berpotensi mendukung tercapainya nilai-nilai seperti tersebut di atas. Dalam hal ini teater tidak hanya berkedudukan sebagai bagian dari cabang seni, melainkan sebagai ilmu yang berkaitan dengan segala aspek kehidupan. Melalui tapan-tahapan proses, sangat memungkinkan para pelaku teater akan memperoleh hasil pencapaian nilai sesuai yang diharapkan. Nilai-nilai itu tidak hanya berkelebat di angan-angan, tetapi akan lebih terbingkai rapi dalam satu wujud konkret kesadaran. Kesadaran tentang penyatuan setiap gagasan karya dengan nilai karakter yang ditargetkan.

Putu Wijaya menyatakan bahwa dalam teater ada proses produksi yang menjadi pembelajaran untuk berorganisasi. Seluruh anggotanya akan belajar tentang pentingnya gotong royong. Mereka akan belajar mencari pengalaman menyelenggarakan perhelatan, berinteraksi dengan orang lain, dan mengenal pendapat-pendapat, serta mengenal watak orang lain yang berbeda. Yang pada intinya; teater bukan sekadar sebuah hiburan belaka, namun di dalamnya ada kepemimpinan, kekeluargaan, solidaritas, dan pembelajaran bekerja dalam satu tim. Dengan demikian seluruh kegiatan dalam teater sebenarnya membantu mencetak sumber daya manusia yang cerdas dan berkualitas.

Lebih dalam lagi, teater akan menjadi jalan untuk penajaman karakter setiap individu yang menggelutinya. Dan semua bisa dicapai jika dijalani dengan senang hati, konsisten, cinta, yakin, khusuk, dan rendah hati.

Penerapan pendidikan dalam teater menjadi alternatif pembelajaran yang sangat efektif. Pola latihannya selalu saja berkembang mengikuti kemajuan zaman. Di dalamnya ada muatan nilai-nilai spiritual yang membangkitkan semangat hidup. Tidak berhenti pada satu titik pencarian, ia terus saja bergerak melewati ruang dan waktu. Berjalan menyusuri dimensi-dimensi dalam kehidupan. Memberikan pengalaman empiris yang luar biasa besar bagi para pelakunya, dengan cara “bermain”.

*Aktif di Kelompok Alief Mojoagung