BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Alief Art Production

<< Mencari -- Memberi -- Menerima >>

Pencarian

Rabu, 17 Oktober 2012

Numpang Pentas di Bara Unggun

Numpang Pentas di Bara Unggun
Oleh: Purwanto*

Sekali lagi saya menyaksikan sebuah fenomena geliat kegiatan teater pelajar yang cukup menarik di Mojoagung Jombang. Tidak sekadar bentuk pertunjukannya, tetapi juga konstruksi suasana yang sengaja dibangun dalam ranah berkesenian. Sekumpulan siswa SMP bermain drama di antara gemeretak suara kayu terbakar. Mencoba menaklukkan ruang terbuka dengan suara dan gerak lincah mereka. Menyedot perhatian berpasang-pasang mata yang berjajar mengelilinginya.
Fenomena ini lahir dan terjadi dengan banyak alasan yang bisa mendasarinya.  Alasan pertama adalah karena keinginan mereka untuk memperkenalkan diri sebagai komunitas teater dalam lingkungan sekolahnya. Kedua, sekadar numpang lewat dan unjuk gigi pada teman dengan cara menunjukkan bakat bermain peran. Ketiga, mumpung ada ruang yang bisa digunakan sebagai media pertunjukan. Keempat, sebuah pertanyaan, masih adakah yang mau ikut kegiatan teater di kemudian?

Persoalan Teater Pelajar
Dari beberapa alasan di atas, saya tertarik dengan alasan yang keempat untuk dibicarakan, yaitu ”pertanyaan”. Inilah persoalan. Di tengah maraknya perkembangan teknologi dan informasi seperti saat ini, apakah teater masih diminati oleh kalangan pelajar? Meski di sekolah sudah ada ekstrakurikuler teater, masih adakah yang menganggap bahwa teater itu menarik? Lalu, seberapa banyak siswa yang masih bertahan di dalamnya? Paling tidak inilah sekelumit masalah yang bisa terekam bila kita melongok ke dalam arus jalannya kegiatan teater di sekolah.
Memang tidak semua instansi sekolah memiliki ekstrakurikuler teater, walaupun kurikulum memberi kesempatan untuk itu. Namun demikian, sekolah-sekolah yang memberi ruang untuk tumbuhnya kegiatan teater pun belum tentu bisa mempertahankan keberlangsungan kegiatannya.
Sepanjang pengamatan saya selama ini, kegiatan teater di sekolah (terutama pada tingkat SMP dan SMA di Mojoagung) memang mengalami pasang surut dalam perkembangannya. Hal ini bisa dilihat pada tingkat minat siswa terhadap kegiatan tersebut. Banyak siswa yang masuk dan mengikuti kegiatan teater di awal tahun mereka sekolah, tapi banyak juga yang enggan lagi mengikuti setelah beberapa waktu terlibat di dalamnya. Tentu ini menjadi satu tanda tanya, dan tentu saja bukan berarti tanpa jawaban.
Banyak hal yang harus dijawab, terutama oleh pihak-pihak yang terlibat dan bersinggungan langsung dengan kegiatan teater dalam lingkungan sekolah. Selain para pelajar, tentu saja para pelatih, guru, dan kepala sekolah memiliki peran atas keberlangsungan kegiatan teater di sekolah. Eksistensi kelompok teater dalam lingkungan sekolah tidak hanya terlihat pada intensitas latihan saja, tetapi mengadakan suatu pertunjukan dari hasil latihannya juga sangat penting digalakkan. Maka dukungan dari seluruh elemen sekolah sangat diperlukan.
Sering saya jumpai siswa yang benar-benar berminat mengikuti kegiatan teater tidak bisa aktif mengikuti latihan. Alasannya beragam. Tetapi yang paling sering saya dengar adalah jadwal latihan berbenturan dengan jadwal tambahan pelajaran di sekolah. Lambat laun kondisi yang terus menerus seperti ini semakin membuat siswa bosan. Akibatnya mereka tidak konsentrasi dalam belajarnya karena ada ketidakikhlasan dalam belajar. Lebih dari itu, mereka pun akhirnya tidak lagi berminat untuk sekadar nimbrung dalam kegiatan teater, karena takut tertinggal pelajaran.
Sebenarnya masih banyak lagi persoalan yang membuat kondisi teater di beberapa sekolah tidak bisa tumbuh dengan baik. Sekian banyak pelajar meninggalkan kegiatan teater karena mereka menganggap bahwa kegiatan ini tidak lebih menyenangkan dari bermain PS (play station) atau online di warnet. Kondisi terburuk yang pernah saya jumpai adalah kegiatan teater berhenti total karena ketidak-akuran antara pelatih teater dengan pihak sekolah. Pada akhirnya seolah ada ”pengharaman” pada setiap aktivitas di sekolah yang berbau teater.
Faktor-faktor tersebut bertambah komplit dengan jarangnya kompetisi teater pelajar –baik tingkat  kecamatan, kabupaten, dan atau provinsi. Sehingga kurang adanya semangat berkarya pada masing-masing pangkalan teater pelajar. Bahkan sering terjadi kemunculan ”kelompok teater siluman”, yaitu kelompok teater yang hidup pada saat ada kompetisi. Setelah kompetisi selesai, hilang juga kelompok tersebut. Kondisi seperti ini paling tidak memberi gambaran bagaimana langkah yang harus ditempuh –pihak sekolah, pelajar, pelatih, dinas pendidikan, dewan kesenian- agar teater sebagai salah satu bentuk pendidikan bisa terus bertumbuh secara sehat.

Numpang Pentas untuk Promosi
Beragam permasalahan yang dialami oleh kelompok teater pelajar di sekolah, ternyata dialami juga oleh kegiatan ekstrakurikuler yang lain. Secara spesifik permasalahannya tentu berbeda, tetapi secara umum problematikanya sama. Hal yang paling dominan adalah tingkat minat pelajar terhadap kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Dari persoalan yang ada, pemecahannya yang harus ditemukan. Setidaknya celah-celah untuk memberi solusi harus diciptakan. Sehingga permasalahan tersebut tidak semakin mempercepat “kematian kelompok-kelompok teater pelajar”.
Di SMPN 1 Mojoagung, sekelompok siswa yang tergabung dalam teater Wadtera ternyata mulai memikirkan hal itu. Mengikuti latihan rutin seminggu sekali di sekolah membuat mereka merasa tertantang untuk menyuguhkan hasil latihannya di ruang publik. Tidak puas hanya menampilkan karya di acara-acara khusus kegiatan kesenian (misalnya: pentas mandiri, lomba teater, pentas di acara kesenian tertentu), mereka pun memanfaatkan segala bentuk kegiatan yang bisa digunakan untuk berpentas.
Seperti yang terjadi pada beberapa waktu yang lalu [15 September 2012], teater Wadtera tampil dengan drama komedinya di tengah semarak kegiatan Persami Pramuka SMPN 1 Mojoagung. Kegiatan penyulutan api unggun yang digelar pada acara tersebut dimanfaatkan oleh teater Wadtera untuk unjuk kebolehan di depan teman-teman satu sekolahnya.
Jaka Kendil Mencari Cinta, itulah judul drama yang mereka sajikan malam itu. Disutradarai oleh Matahari Adihapsari S. B. (salah satu anggota Wadtera, kelas 8), drama komedi ini berhasil menghidupkan suasana. Guyonan yang mereka bawakan menciptakan tawa dan keakraban. Semakin hidup lagi ketika para aktor yang terlibat dalam pementasan selalu berinteraksi dengan penonton yang notabene bukan anggota teater.
Keprihatinan saya terhadap permasalahan di tubuh teater pelajar selama ini sedikit berkurang saat melihat pementasan ini. Dengan berbekal semangat untuk nguri-uri kegiatan yang bermanfaat, anak-anak ini berusaha tampil sebaik mungkin. Hal ini semata-mata untuk memperkenalkan kepada khalayak bahwa teater itu menarik dan menyenangkan.
Akhirnya numpang pentas usai. Sorak dan tepuk tangan penonton riuh di lapangan. Semua pemain terlihat lega. Di balik kelegaan itu muncul lagi pertanyaan di benak saya, ”Kira-kira sampai kapan mereka akan bertahan?”


*) Mahasiswa Prodi PBSI STKIP PGRI Jombang angkatan tahun 2009 dan aktif di Kelompok Alief Mojoagung

Kamis, 13 September 2012

Puisi

Puisi-puisi Zaenal Faudin


SUMBER BOTO


Jangan usaikan perjalanan debu hanya disini
kau belum tahu mengapa sampai sekarang sendang kecil terus menggenang
dan ikan-ikan purba beranak pinak di kebeningannya
"Alangkah damai mereka" katamu ngungun
tak ingin aku dan kau mematung dikutuki kesepian Narcissus.
Jangan hanya mematung, mari menjadi berang-berang kepakkan kaki tangan
genangan ini tak dalam, tapi cukup untuk tenggelamkan kita


"Aku takut"
Jangan takut,
di kakimu Salmon bergolak
tanganmu lumba-lumba memecah ombak
dan aku Neptunus yang menghukum para perompak

dan benar
aku melihat putri duyung
ketika rambutmu tergerai di riak air
oh, genangan jadi samudera tenggelamkanku

"Jangan takut!!!"



ISENG

Sama-sama kita tahu tajam duri mawar,

sama-sama pedih ngilu rasa tertusuk
di hari yang sepi ini kau rasai apa?
apakah air mata berderai seperti hujan...ataukah
kristal salju ia berujud. Beku membatu?

Kelelawar mati disekap mimpi,
di sarang terbakar sepi. Aku ingin goda engkau
"Jika suatu saat aku pergi ke suatu tempat yang tak mungkin kau temukan, apa yang akan kau kenang dariku?"
.....tapi aku tak ingin terbunuh sepi
sebagai gembala yang patah seruling, hilang dombanya


Mojoagung24 Desember 2008



MINUMAN DINGIN

Meneguk gelas meluncur cairan dingin manis
berselancar di lidah. Mendinginkan padang gersang
remukkan batu.
Beberapa derajat turunkan suhu muai darah
tiba-tiba tangan terantai di bukit salju.

Demam dingin
memang ini benar yang kau ingin

Meneguk gelas cairan dingin
ini perpindahan laut es bergolak menolak
jadi.

Demam dingin
mungkin benar-benar demam
tubuh menggigil sambil meneguk es segar



BURUNG PELATUK KEPALA MERAH

Aku buatkan lubang untukmu.
untuk mengubur duka muram durja
sebagaimana Qabil kuburkan semuanya.
Sayangnya lubang itu berpindah ke telapak tangan
pria yang mati di kayu salib.



...................................................................................

Zaenal Faudin, lahir di Jombang pada 10 Februari 1984. Berkegiatan di Kelompok Alief Mojoagung Jombang, Teater Wadtera, dan Komunitas Isuk-isuk. Puisi-puisinya pernah dimuat dalam Antologi Puisi Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan (2010), Jurnal Sastra Jombangana Edisi I (2010), Antologi Puisi Facebrick Kelompok Alief Mojoagung (2011), Kumpulan Puisi Ladrang Rarangis (2011), Serambi Budaya Radar Mojokerto (2012), Poetry poetry 228 indonesian poets -Flows into the Sink into the Gutter (2012).


Sabtu, 08 September 2012

Halalbilhalal, Aeroskop Debu Kesenian















Halalbilhalal,
Aeroskop Debu Kesenian
oleh: Purwanto*
Dimuat Serambi Budaya Radar Mojokerto (Jawa Pos Group), Minggu 2 September 2012


Menjadi suatu tradisi bagi Kelompok Alief Mojoagung pada setiap tahun mengadakan kegiatan halalbilhalal. Halalbilhalal ini pertama kali dilaksanakan oleh Kelompok Alief pada tahun 2003, dan terus berlanjut hingga saat ini. Mulanya, halalbilhalal hanya diperuntukkan bagi anggota Kelompok Alief dan komunitas teater yang ada di Mojoagung saja, namun seiring perkembangannya acara ini menjadi semacam ajang silaturahmi serta wahana apresiasi seni antarkomunitas seni di Mojoagung dan sekitarnya.

Pada Minggu, 25 Agustus 2012, pukul 08.00 sampai selesai, bertempat di pendopo kecamatan Mojoagung, acara silaturahmi ini dilaksanakan dengan sangat sederhana. Namun, dari kesederhanaan itu ada banyak hal yang bisa dijadikan sebagai bekal untuk mengetahui peta komunitas seni yang berkembang, khususnya di Mojoagung. Dari kegiatan halalbilhalal tersebut setidaknya terlihat geliat kesenian yang ada di Mojoagung yang bisa dikatakan cukup menarik perhatian.

Silaturahmi Lintas Generasi
Dari data daftar tamu yang ada, tercatat sekitar 120 orang dari berbagai komunitas seni yang aktif di Mojoagung mengikuti kegiatan. Mereka datang tidak sekadar datang, bersalaman, melepas rindu sesama teman, kemudian pulang. Tetapi kedatangan mereka diharapkan bisa mengapresiasi, bertukar pengalaman, dan bergantian unjuk karya pertunjukan.

Maklum saja, kegiatan ini memang menjadi ajang unjuk karya oleh beberapa komunitas seni di Mojoagung setiap tahunnya. Jika pada mulanya rangkaian acara dan pertunjukan hanya dari Kelompok Alief saja, pada kurun waktu tiga tahun terakhir mulai berkembang untuk siapa saja yang ingin menampilkan karyanya. Dan yang paling menarik adalah tidak hanya satu jenis pertunjukan seni saja, tetapi beragam seni pertunjukan ditampilkan. Ada yang menampilkan seni drama, pembacaan puisi, dan seni musik.
Halalbilhalal kali ini diikuti oleh beberapa komunitas seni yang bergeliat di Mojoagung dan sekitarnya. Dari komunitas teater tercatat beberapa komunitas independen dan pelajar, seperti: Kelompok Alief Mojoagung, teater Tirto Agung, Komunitas Isuk-isuk Mojoagung, teater Wadtera SMPN 1 Mojoagung, teater Prisma SMP Unggulan NU Mojoagung, teater Mimpi SMKN Mojoagung, teater Kertas RSBI SMAN Mojoagung, dan teater SMP Islam Mojoagung. Hadir juga Komunitas Sastra Lembah Pring Jombang, perwakilan HMP Bahtera STKIP PGRI Jombang, komunitas sastra dari Pacul Gowang Jombang, serta beberapa alumni teater pelajar dari Mojoagung dan Peterongan. Selain itu hadir juga komunitas musik reggae Central Of Peace Mojoagung dan kelompok musik Islami albanjari anak-anak dari dusun Pekunden Mojoagung.

Kehadiran beragam komunitas seni ini menambah nilai positif bagi perkembangan dunia kesenian di kalangan muda Mojoagung. Dari pertemuan berbagai komunitas dengan beragam tingkat usia, ternyata menjadi satu kunci untuk menjembatani pemikiran lintas generasi dan lintas komunitas. Sinergi yang positif antarsesama pelaku seni –baik pelaku seni teater, musik, dan sastra-, memberi keuntungan untuk menjaga kerukunan dalam berkesenian. Hal semacam inilah yang menjadi salah satu tujuan kegiatan halalbilhalal diadakan. Memupuk sikap saling toleransi terhadap pelaku seni lain tanpa ada “tendensi negatif” apa pun.

Halalbilhalal sebagai Aeroskop Debu Kesenian
Jika diamati, kegiatan halalbilhalal atau silaturahmi yang diadakan oleh Kelompok Alief memang menjadi semacam aeroskop kesenian di Mojoagung. Bisa dikatakan demikian karena kegiatan silaturahmi semacam ini menjadi alat untuk “menjaring” dan “menangkap” debu kesenian yang beterbangan di wilayah Mojoagung. Jika sebelumnya sebagian dari komunitas seni yang ada hanya bisa unjuk karya di habitat masing-masing, kali ini mereka berkumpul dalam satu wadah untuk saling memperkenalkan aliran seni yang dibawanya. Tentu saja untuk dinikmati dan diapresiasi oleh komunitas lainnya.

Sebagai contoh bisa dilihat dari penampilan berbagai komunitas seni saat acara berlangsung. Kesenian teater dengan pertunjukan drama mencoba membangun jalinan komunikasi dengan penonton saat mereka menampilkan pertunjukan dramanya. Seni sastra dengan pergelaran baca puisi dan atau musikalisasi puisi mengurai ketegangan saat acara. Kesenian musik dengan bahasa nada menyiratkan keakraban dalam suasana yang ceria. Kesemuanya merupakan bentuk dari “debu-debu” yang terpisah, kemudian dipertemukan dalam satu ikatan ruang dan waktu yang sama.

Konsep kesederhanaan dan prinsip egaliter yang dipupuk dalam kegiatan halalbilhalal ini menambah kesan tersendiri bagi setiap peserta. Kesederhanaan tempat, kesederhanaan suguhan seni, kesederhanaan hidangan makanan (nasi jagung dan es tebu), menjadi hal menarik yang sulit dijumpai pada aktivitas sehari-hari. Kelompok Alief Mojoagung telah berkomitmen akan mempertahankan kegiatan semacam ini sampai waktu yang tidak ditentukan. Dengan harapan pada masa yang akan datang ada dukungan dari pihak-pihak tertentu (yang memiliki andil dalam bidang kesenian), demi kemajuan dan kerukunan para pelaku seni di Mojoagung khusunya, dan seluruh pelaku seni pada umumnya.


*) Mahasiswa Prodi PBSI STKIP PGRI Jombang angkatan tahun 2009 dan aktif di Kelompok Alief Mojoagung

Selasa, 28 Agustus 2012

Kenduri Teater Jombang, Kenduri Cinta
















Kenduri Teater Jombang, Kenduri Cinta
Oleh: Purwanto
Dimuat Serambi Budaya Radar Mojokerto │ Minggu, 15 Juli 2012


Ada sejarah baru terangkum di atas panggung ketika acara Kenduri Teater Jombang 2012 digelar pada beberapa waktu lalu [30 Juni 2012 s.d. 5 Juli 2012]. Sejarah itu terbaca pada sederet peristiwa yang muncul dari bertemunya gagasan untuk menggairahkan seni teater di Jombang. Tercatat tiga komunitas teater Jombang berpartisipasi pada acara tersebut. Komunitas Suket Indonesia, Komunitas Tombo Ati, dan Kelompok Alief Mojoagung memeriahkan acara dengan aksi pertunjukan drama masing-masing.

Sejarah #1: Pertemuan Gagasan

Sejarah pertama yang bisa saya catat adalah tentang bersatunya gagasan. Berawal dari pertemuan Anton Wahyudi (pegiat seni dan dosen sastra STKIP PGRI Jombang) dengan beberapa komunitas teater Jombang, muncullah ide untuk mengadakan pentas teater bersama. Setelah gagasan-gagasan itu mencuat, Mas Anton selaku penggagas acara segera ditunjuk sebagai pimpinan produksi.

Penyatuan ide pun dilakukan dalam forum cangkrukan, ngopi dan ngrumpi bareng. Terhitung tiga kali cangkrukan di gazebo Pak Imam Ghozali, perwakilan dari tiga komunitas teater Jombang yang siap berpartisipasi menyepakati beberapa hal. Pertama, pentas dilaksanakan secara sederhana dengan mengusung tema Kenduri Teater Jombang. Kedua, kesepakatan tentang jadwal pementasan yang dilaksanakan pada malam hari selama dua hari berturut-turut untuk satu komunitas (kecuali Komunitas Suket Indonesia yang hanya satu kali pementasan). Ketiga, kegiatan digelar di gedung Graha Besut Suara Jombang FM, Jalan Patimura 92 Jombang. Keempat, pembiayaan dan akomodasi ditanggung oleh ketiga komunitas sebagai wujud kerukunan bersama. Kelima, pementasan digelar sekaligus dalam rangka menyambut Ramadan dan mengukur minat konsumen teater Jombang terhadap suatu pertunjukan drama.

Sejarah #2: Mengalirnya Peristiwa Sosial dalam Pertunjukan

Setelah semua rencana disepakati bersama, seluruh komunitas penyaji sibuk dengan aktivitas latihan di sanggar masing-masing. Latihan rutin dilakukan agar bisa menyuguhkan sebuah pertunjukan yang benar, apik dan menarik. Akhrinya, tiba juga saat pementasan. Komunitas Suket Indonesia dengan naskah berjudul PET (Di Luar Masih Gelap), ditulis dan disutradarai oleh Andhi Kephix. Komunitas Tombo Ati dengan naskah Beruang Menagih Hutang (The Bear), karya Anton Pavlovich Chekhov dan disutradarai oleh Alfi Rizqoh. Kelompok Alief Mojoagung dengan naskah Surya Terbenam Pagi (Bapak, Pukullah Saya!), ditulis dan disutradarai oleh M. S. Nugroho.

Andhi Kephix dengan drama PET (Di Luar Masih Gelap) mencoba mengangkat pergolakan batin dan nurani seseorang tentang masa lalu yang menghantuinya dan tentang peristiwa yang menyentil persoalan-persoalan sosial dalam negeri. Alfi Rizqoh dengan drama Beruang Menagih Hutang (The Bear), mengalirkan sebuah pemahaman tentang cinta dan kesetiaan dalam hidup serta lemah/ kuatnya sebuah prinsip. M. S. Nugroho dengan drama opera Surya Terbenam Pagi (Bapak, Pukullah Saya!), menghadirkan peristiwa kekerasan dalam dunia pendidikan yang bisa dimaknai secara beragam (tentang arti sebuah kebenaran).

Sejarah #3: Mengendapnya Peristiwa sebagai Perenungan

Peristiwa-peristiwa sosial yang dimunculkan di atas panggung sebagai tolok ukur untuk bisa diresapi sebagai bahan perenungan diri. Itu yang saya rasakan. Dari ketiga pertunjukan yang telah digelar, kesemuanya mengendapkan banyak pemahaman tentang seberapa kacau kondisi di sekeliling kita. Tentang kondisi pemerintahan, pendidikan, lingkungan keluarga, masyarakat, dan bahkan kondisi pribadi sosok manusia.

Kematangan dalam berpikir seakan-akan diuji saat mencerna ulang peristiwa-peristiwa panggung sebagai bahan perenungan. Setidaknya ada beberapa peristiwa yang saya tangkap untuk melatih kepekaan saya. Dari pilihan konsep pementasan drama PET yang diusung oleh Komunitas Suket Indonesia, teror tentang kegelapan hidup serta kacaunya arah tujuan hidup dalam pertunjukan masuk meresap pada seluruh penjuru nalar saya. Arti cinta dan kegamangan dalam mempertahankan kesetiaan mengucur deras ke dalam diri saya saat melihat pertunjukan The Bear (Beruang Menagih Hutang) oleh Komunitas Tombo Ati. Pertemuan dua realitas (kebenaran faktual dan fiksional) mau tidak mau memberi pelajaran berharga bagi saya saat meleburkan diri dalam pertunjukan Surya Terbenam Pagi (Bapak Pukullah Saya!) oleh Kelompok Alief Mojoagung. Setidaknya semua peristiwa itu akan saya serap untuk belajar memahami persoalan tidak dengan kacamata kuda, namun lebih objektif belajar memandang dan menilai sebuah peristiwa.

*Aktif di Kelompok Alief Mojoagung dan aktif sebagai mahasiswa Prodi PBSI STKIP PGRI Jombang angkatan tahun 2009.








Minggu, 26 Februari 2012

Pendidikan dalam Bingkai Teater














Kelompok Alief Mojoagung saat berlatih teater

Pendidikan dalam Bingkai Teater

Oleh: Purwanto*

Dimuat Serambi Budaya Radar Mojokerto │ Minggu, 26 Februari 2012

Tidak semua orang bisa merasakan menjadi bagian dari kelompok teater. Ikut merasakan bagaimana berlatih teater, hingga ikut bermain dalam pertunjukannya. Maka, beruntunglah yang bisa ikut terlibat atau setidaknya pernah berkenalan dengan teater. Karena banyak hal yang bisa dipelajari dan didapatkan dari proses berteater untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan Bermain

Bermain menjadi suatu sarana efektif untuk mengembangkan kreativitas. Banyak kelompok-kelompok teater menerapkan metode bermain sebagai bagian dari latihan. Baik teater pelajar (dalam lingkungan sekolah) maupun teater umum (di luar lembaga formal), menggunakan permainan-permainan untuk mengasah berbagai keterampilan.

Permainan yang dilakukan tidak sekadar permainan biasa, namun dikembangkan sesuai dengan visi dan misi. Ketika masuk dalam kegiatan teater, secara umum tujuannya adalah memahami seluk-beluk dunia peran dan cara menjadi aktor yang baik. Oleh karena itu, permainan-permainan di dalamnya sering kali dikaitkan dengan hal tersebut. Tetapi tidak menutup kemungkinan bisa berkembang lebih luas.

Afrizal Malna (2010) secara jelas menyatakan bahwa permainan menjadi sebuah “pembakaran baru” yang memanaskan ruang kognisi. Kognisi itu tiba-tiba berubah menjadi gunung yang muncul dari dasar laut, dan menjadi aktif melalui momen-momen kreatif dan kebebasan. Dan lahar kognisi itu akan kembali membeku ketika dihadapkan pada model pembelajaran yang bersifat mengikat, seperti dalam kelas di sekolah.

Teater mencoba membongkar paradigma bahwa belajar itu membosankan. Dengan cara bermain, seolah mengajak untuk belajar ikhlas menerima materi dengan senang hati. Sedikit demi sedikit permainan-permainan itu memberi suplemen khusus agar anggotanya bisa memahami bahwa belajar itu sangat menyenangkan. Yang pada akhirnya, saat mereka diberi peran dalam penggarapan karya pertunjukan, mereka akan belajar memahami karakter lakon yang mereka bawakan secara optimal tanpa paksaan.

Selanjutnya, melalui proses yang kontinu dengan sendirinya mereka akan terbiasa untuk belajar tanpa disuruh. Dari hasil latihan-latihan tersebut diharapkan membawa pengaruh terhadap keseharian. Yang biasanya kurang disiplin akan lebih disiplin, yang malas belajar akan lebih giat dan senang belajar, yang kurang bertanggung jawab akan lebih meningkat tanggung jawabnya, dan sebagainya.

Menajamkan Karakter Lewat Jalan Teater

Upaya pemerintah dalam meningkatkan kompetensi sumber daya manusia yang unggul dan mampu bersaing di era globalisasi saat ini, salah satunya adalah dengan peningkatan mutu pendidikan. Dalam pendidikan, yang dikembangkan bukan hanya kecerdasan intelegensi saja. Kecerdasan-kecerdasan yang lain juga sangat dibutuhkan untuk mencetak sumber daya manusia yang benar-benar handal dan berkualitas secara sempurna. Kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah telah menggalakkan implementasi pendidikan karakter di sekolah. Tujuannya adalah untuk mencipatakan generasi berkarakter. Yang secara umum ingin mengembangkan dan menyentuh ranah religius, kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Teater sebagai sebuah ilmu, sangat berpotensi mendukung tercapainya nilai-nilai seperti tersebut di atas. Dalam hal ini teater tidak hanya berkedudukan sebagai bagian dari cabang seni, melainkan sebagai ilmu yang berkaitan dengan segala aspek kehidupan. Melalui tapan-tahapan proses, sangat memungkinkan para pelaku teater akan memperoleh hasil pencapaian nilai sesuai yang diharapkan. Nilai-nilai itu tidak hanya berkelebat di angan-angan, tetapi akan lebih terbingkai rapi dalam satu wujud konkret kesadaran. Kesadaran tentang penyatuan setiap gagasan karya dengan nilai karakter yang ditargetkan.

Putu Wijaya menyatakan bahwa dalam teater ada proses produksi yang menjadi pembelajaran untuk berorganisasi. Seluruh anggotanya akan belajar tentang pentingnya gotong royong. Mereka akan belajar mencari pengalaman menyelenggarakan perhelatan, berinteraksi dengan orang lain, dan mengenal pendapat-pendapat, serta mengenal watak orang lain yang berbeda. Yang pada intinya; teater bukan sekadar sebuah hiburan belaka, namun di dalamnya ada kepemimpinan, kekeluargaan, solidaritas, dan pembelajaran bekerja dalam satu tim. Dengan demikian seluruh kegiatan dalam teater sebenarnya membantu mencetak sumber daya manusia yang cerdas dan berkualitas.

Lebih dalam lagi, teater akan menjadi jalan untuk penajaman karakter setiap individu yang menggelutinya. Dan semua bisa dicapai jika dijalani dengan senang hati, konsisten, cinta, yakin, khusuk, dan rendah hati.

Penerapan pendidikan dalam teater menjadi alternatif pembelajaran yang sangat efektif. Pola latihannya selalu saja berkembang mengikuti kemajuan zaman. Di dalamnya ada muatan nilai-nilai spiritual yang membangkitkan semangat hidup. Tidak berhenti pada satu titik pencarian, ia terus saja bergerak melewati ruang dan waktu. Berjalan menyusuri dimensi-dimensi dalam kehidupan. Memberikan pengalaman empiris yang luar biasa besar bagi para pelakunya, dengan cara “bermain”.

*Aktif di Kelompok Alief Mojoagung

Minggu, 22 Januari 2012

Kelompok Alief dan Simpul Antar Grup Teater di Mojoagung Jombang

Kelompok Alief dan Simpul Antar Grup Teater di Mojoagung Jombang

Siti Sa’adah*)

Radar Mojokerto, 18 Sep 2011


Menginjak pelataran kantor kecamatan Mojoagung pada hari Minggu, 4 September 2011 untuk menghadiri Halalbihalal Pecinta Seni 2011 yang digelar oleh Kelompok Alief Mojoagung mulai pukul 08.00 pagi sampai dzuhur, menyeret kenangan saya satu tahun yang lalu di acara yang sama. Ada dorongan yang kuat untuk datang kembali pada tahun ini, karena nuansa guyub yang bisa saya rasakan di tengah para penggiat teater, baik kalangan pelajar maupun umum. Kalau tahun 2010 mengusung parade monolog, pada tahun 2011 menitikberatkan pada pementasan naskah yang ditulis, disutradarai dan dipentaskan oleh pelajar.


Acara Halalbihalal Pecinta Seni 2011yang juga dihadiri para alumni teater pelajar ini menyuguhkan lagu campur sari oleh Ayunus Devarag Wijaya dari Teater Wadtera SMPN 1 Mojoagung, pembacaan puisi oleh Mahendra PW. dari SMA Muhammadiyah 1 Jombang, pertunjukan musik dengan tiga pemain gitar akustik oleh Ektrakurikuler Ansamble Guitar SMPN 1 Mojoagung, pertunjukan musik biola oleh anak-anak binaan Bimbingan Belajar Simponi di Jl. Cacat Veteran Perumahan Gubernur Suryo Jombang yang dilatih oleh Ahmad Yani (Yeyen) dan Rusli Raharja, pementasan naskah teater Nazarudin Oh Nazarudin yang ditulis dan disutradarai Ersananda Arlisa Putri siswa kelas IX dari teater Wadtera SMPN 1 Mojoagung, karaoke lagu Insyaallah oleh Purwanto dan Rohmat Romadhoni, pembacaan puisi Selamat Idul Fitri karya A. Musthofa Bisri oleh Siti Sa’adah, penampilan Teater Prisma SMP Unggulan NU Mojoagung dengan naskah Gak Dapat Kerja Malah Dapat Hukuman yang ditulis M. Novrizal Irsan dan disutradarai Abi Utomo siswa kelas IX, penampilan Edi Harsoyo yang didapuk untuk menyanyi dengan Ancur-nya Iwan Fals, pembacaan puisi Dari Helai Rambutmu karya Benazir Nafilah oleh Arisyntya Hidayah mahasiswa STKIP PGRI Jombang, pementasan naskah Mabuk karya Sigit Yitmono Aji yang ditampilkan dengan apik oleh Sigit Yitmono Aji dan Huda dari Kelompok Alief, diakhiri dengan pentas monolog oleh B. Irawan dari Kelompok Alief dengan judul Sri Kembali yang mengisahkan kesakitan seorang suami di hari lebaran karena nasib istrinya yang tidak jelas sebagai TKW di Arab Saudi, dalam sakitnya, suami tersebut menjadi benci dan berkata: dalam setiap hari doaku, aku memohon agar kau diperkosa, disiksa, atau bahkan dibunuh oleh majikanmu, meskipun akhirnya dia tetap berharap dan merindukan istrinya.


Menurut Nasrul Ilahi (pemerhati Seni dan Budaya Jombang)yang hadir untuk mengapresiasi acara ini, teater di Mojoagung memiliki energi positif, pada tahun 1981 beliau ikut mengompori sampai akhirnya muncul Teater Wadtera di SMPN 1 Mojoagung. Beliau memberi dukungan dan masukan bagaimana agar teater tidak ditonton orang-orang kesenian saja, tetapi juga bisa ditonton dan dinikmati oleh masyarakat umum sehingga tidak ada anggapan teater itu elite yang hanya bisa dinikmati oleh orang-orang tertentu.

Ada pula Fahrudin Nasrulloh yang memberi catatan untuk komunitas teater di Mojoagung, di antaranya adalah apakah tiga kelompok independen yang ada saat ini (Kelompok Alief, Tirto Agung dan Komunitas Isuk-Isuk) sudah menulis perjalanan kreatif mereka? Dan menyarankan di setiap kelompok teater seharusnya memiliki satu panglima atau algojo yang menulis perjalanan kelompoknya, penulis tersebut bisa ditunjuk atau didorong anggota lainnya untuk melakukan itu, karena peristiwa-peristiwa kesenian hanya menyisakan omong kosong tanpa catatan. Fahrudin juga menyampaikan pentingnya dokumentasi naskah yang telah ditulis oleh para pelajar dan penggiat teater di Mojoagung, sehingga tidak mudah dilupakan karena mereka menulis tidak dengan basa-basi melainkan dengan keringat.


Sedangkan Jabbar Abdullah, Lurah Komunitas Lembah Pring menyampaikan dalam apresiasinya bahwa acara apapun, sekecil apapun jika tidak ada rasa memiliki maka selesai di situ, karena hanya akan menjadi ritual sekedarnya. Jabbar juga menandaskan perlunya ada keinginan yang kuat untuk menghidupi komunitas karena tidak mudah hidup berkomunitas, Jabbar mengutip perkataan Abdul Malik (Networker Budaya asal Mojokerto) bahwa dalam berkesenian harus ada yang dikorbankan, kalimat tersebut menjadi mengharukan bagi yang hadir karena saat acara berlangsung Zaenal Faudin dan Basuki Rahmat mengalami kecelakaan ketika mengambil konsumsi. Setelah mengikuti rangkaian acara Halal Bi Halal tersebut bisa jadi semua yang hadir pulang membawa semangat baru, bergembol-gembol permenungan, kegelisahan dan PR yang perlu dikerjakan.


Dalam Historiografi Kelompok Alief Mojoagung yang termaktub dalam buku Facebrick: Antologi Puisi Kelompok Alief Mojoagung (2010) dijelaskan: “Kelompok Alief Mojoagung merupakan salah satu wadah kesenian bagi remaja pecinta seni yang ada di Kecamatan Mojoagung dan sekitarnya. Ide pembentukan Kelompok Alief pertama kali muncul pada bulan Agustus tahun 1999 dan diikrarkan berdiri pada 9 September 1999. Kelompok ini berdiri karena dorongan batin yang teramat dari beberapa alumnus teater pelajar Mojoagung. Mereka yang sebelumnya berkecimpung dalam dunia panggung teater pelajar, tergerak untuk kembali belajar bersama dalam bidang teater. Sehingga lahir komunitas kecil kesenian bernama Kelompok Alief Mojoagung.”


Pada perkembangannya, Kelompok Alief yang diasuh oleh Edi Harsoyo dan MS. Nugroho dengan ketua Yusuf Mubarak (1999-2000), Zaenal Faudin (2000-2002), Toni Dwi Prasetyo (2002-2003), Yuli Budianto (2003-2006), Purwanto (2006-2011), Sigit Yitmono Aji (2011-sekarang) tidak hanya bergelut di bidang Seni Teater, tetapi juga Seni Musik, Seni Rupa, Sastra dan kesenian Tradisi. Yang menarik adalah tidak hanya ngopeni komunitas sendiri, melainkan juga membuka diri dengan mendampingi teater-teater pelajar yang ada di Mojoagung secara intens. Dari kata Kelompok inilah hal ini tercermin yang selanjutnya bisa membangun interaksi dan jejaring antar teater pelajar di Mojoagung dan memang sudah menjadi misi utamanya yaitu ikut serta memeriahkan seni dan budaya dengan tujuan tetap guyub, rukun dan berorientasi pada pendidikan pengembangan karakter diri sampai oleh Fahrudin Nasrulloh (Penggiat Komunitas Lembah Pring) jaringan komunitas ini bergerak dengan semangat meskipun ada darah di kakinya. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, adakah saat ini fenomena demikian di kecamatan lain di Kabupaten Jombang? Satu komunitas kesenian mandiri yang sanggup dan mampu bergerak mendampingi kelompok-kelompok kesenian yang ada di sekolah? Sehingga bisa menjadi muara atas kegelisahan kelompok tersebut? Saya sendiri menganggap Kelompok Alief berperan sebagai tukang angon yang primpen dan telaten merangkul kelompok-kelompok teater pelajar di Mojoagung.


Tentu tidak mudah berkomunitas seperti itu, komunitas yang mulanya menjadi perkumpulan individu dengan segala semangat berkesenian, problem, ide serta ego masing-masing berkembang pada pergerakan untuk merangkul kelompok-kelompok kecil di sekolah dengan tujuan sederhana agar para remaja di Kecamatan Mojoagung tersatukan lewat kesenian. Akhirnya bisa kita sadari di sinilah proses regenerasi kesenian di Mojoagung berlangsung, para pelajar yang lulus dan tidak lagi menjadi anggota teater di sekolah, bisa terus berkesenian di Kelompok Alief.

***